Cerpen Bahasa Indonesia dengan judul
“Sebongkah Hati Yang Baru”
Kusambut mentari pagi dengan senyuman, dan kulangkahkan kakiku mencari kelas baru dengan jantung yang berdebar-debar. Akhirnya aku menemukan namaku di depan kelas X IPA-1. Sumpah aku seneng banget, tak pernah kubayangkan aku akan masuk kelas unggulan. Padahal aku bisa masuk SMA yang kuinginkan sudah bersyukur banget. Dan lebih senangnya lagi aku sekelas bersama Ima,Ika dan Maya, mereka semua adalah sahabat-sahabatku. Kami pun berpelukan saat tau bahwa kami berempat satu kelas. Aku duduk bersama Ima di bangku nomor dua, sedang Ika dan Maya duduk di bangku nomor satu. Aku juga punya teman baru bernama Ina, aku sudah kenal dia saat MOS, dan ternyata kami juga satu kelas. Ina itu anaknya baik, asyik, pemberani, cantik dan pintar. Aku sangat kagum padanya. Hari ini adalah hari yang sangat menyenangkan karena aku punya banyak teman baru.
Hari ini juga diadakan pemilihan struktur kelas, dan ternyata aku terpilih menjadi bendahara kelas bersama Ina. Itu semua gara-gara Hendra, teman sekelasku yang ngusilin aku untuk jadi bendahara. Hendra duduk di sebelah kananku, dia duduk bersama sahabatnya, Rian. Kemudian bel pulang berbunyi, dan kami pun segera bergegas untuk pulang dan berdoa terlebih dahulu. Saat hendak keluar dari bangku, aku dan Hendra melangkah secara bersamaan, lalu aku mencoba mengalah.
“Kamu duluan dah” ujarku sambil senyum. “kamu aja yang duluan” jawabnya sambil senyum juga.
“Gak apa-apa kok, kamu duluan aja”
“kamu aja, kan ladiest first”
Akhirnya aku keluar dari bangku terlebih dahulu. Lalu aku,Ima dan Ika berjalan bersama menuju tempat parkir, sedang Maya tidak ikut bersama kami karena ia tidak membawa sepeda motor setelah aku mengambil motor dan hendak pulang, Maya memanggilku.
“Ca, sini dulu” ujarnya sambil senyum
“Ada apa, May?” tanyaku
“Ada yang minta nomor Hpmu”
“Sih, emangnya siapa yang mau minta?”
“Itu tuh yang duduk disebelahmu”
“Siapa sih? Hendra maksudmu?” tanyaku
“Nah, iya Hendra, Ca. Boleh gak aku kasih”
“Emmmm, gimana ya? Gini aja dah kalau emang beneran mau minta nomor Hpku besok dia suruh minta sendiri ke aku”
“Haduh, gimana ya Ca? Nomor Hpmu sudah aku kasih”
“Hmmm Maya, kamu kok gak izin dulu sih ke aku?”
“Iya aku salah, Ca. Aku minta maaf ya?”
“Iya udah, untuk kali ini aku maafin kamu. Tapi lain kali jangan diulangi lagi ya?”
“Iya Ca, aku janji gak akan ngulang lagi, makasih ya udah maafin aku”
“Iya sama-sama May. Ya udah aku pulang dulu ya”
“Ok Ca, Hati-hati ya”
Saat mega merah tenggelam, datanglah sang candra menerangi kegelapan, dan kupandang indahnya bintang-bintang gemerlapan. Tiba-tiba Hpku bergetar pertanda ada pesan baru, dan setelah ku buka pesan itu, ternyata tak ku kenal nomor itu. Namun aku yalin bahwa pesan itu dari Hendra. Dia menanyakan apakah besok ada tugas atau tidak.
Lalu aku balas pesannya bahwa besok tidak ada tugas. Semenjak malam itu, malam demi malamku selalu ditemani olehnya, kami berdua sering smsan dan kami pun semakin dekat.
Keesokan harinya, dia mulai menyapaku dan aku juga balas menyapanya. Kemudian setelah waktu istirahat telah habis, aku seperti kurang enak badan dan Hendra menanyakan keadaanku.
“Kamu Kenapa? Kamu sakit ya?” tanyanya
“Gak kok, aku baik-baik aja” jawabku
“Tapi kamu terlihat pucat Ca” ujarnya
“Aku gak kenapa-kenapa, Hendra” ujarku
“Beneran kan?” tanyanya
“Iya beneran, udah santai aja” jawabku
Akhirnya bel pulang pun berbunyi. Aku minta tolong kepada Ima untuk mengambilkan motorku
“Ima, boleh minta tolong gak?” tanyaku
“Iya Ca, mau minta tolong apa, Ca?” jawabnya
“Minta tolong ambilkan motorku ditempat parkir ya soalnya aku pusing” ujarku
“Oh, yaudah sekarang kamu tunggu di depan, biar aku yang ambilkan motormu” ujarnya
“Makasih ya, Ma” ujarku
“Iya sama-sama” ujarnya
Setelah sampai dirumah aku langsung sholat, makan, dan minum obat, serta beristirahat. Setelah berjam-jam aku beristirahat, perlahan lahan ku kembangkan mataku. Lalau aku bangun, dan keadaanku mulai membaik. Tiba-tiba aku merasakan getaran Hpku dan ternyata Hendra mengirim pesan yang mengatakan semoga aku cepat sembuh. Keesokan harinya saat pelajaran matematika, ada pendataan ekskul, aku bersama sahabat-sahabatku mengkuti ekstra lasjau, Hendra pun juga ikut ekstra lasjau. Kemudian pelajaran matematika kembali berlangsung. Lalu aku mencoba bertanya kepada Hendra tentang soal yang tidak aku mengerti karena dia sangat pintar matematika, dan dia mau mengajariku.
Tetapi saat aku ingin meminjam salah satu bukunya untuk menghitung, dia melarangku untuk meminjam buku itu dan dikasihnya buku yang lain. Aku menjadi penasaran dengan buku itu, akhirnya aku bercerita kepada Ima bahwa aku sedang penasaran dengan salah satu buku milik Hendra.
Bel istirahat pun berbunyi, Hendra dan Rian keluar menuju kantin dan buku yang membuatku penasaran ada di atas mejanya. Kemudian Ima mengajakku untuk pergi ke kantin.
“Ca, ke kantin yuk?” ujarnya
“Tunggu dulu, gimana kalau kita selidiki isi buku yang membuatku penasaran itu? “ ujarku
“Emang yang mana bukunya, Ca?” tanyanya
“Itu tuh yang ada diatas mejanya” jawabku sambil menunjuk buku di atas meja Hendra
“Oh itu, ya udah ambil sana cepat, keburu Hendra datang”
Lalu kuambil buku itu dan ternyata di halaman paling terakhir ada kalimat “peka dikit dong Ica Dwi Lestari”. Aku kaget membacanya, aku tidak mengerti apa maksud dari itu semua. Lalu segera aku letakkan kembali buku diatas mejanya. Menurut sahabat-sahabatku Hendra itu suka ke aku, dan aku juga gak berharap dia punya perasaan yang lebih ke aku.
Sekarang ada ekskul lasjau, jadi aku harus datang kesekolah. Sesampainya disekolah, aku langsung menuju ruang lasjau dan banyak sekali anggota lasjau, disana juga sudah ada Hendra,Rian dan Fajar. Setelah selesai ekskulnya, Hendra menghampiriku.
“Ca, jadi pinjam buku matematikaku?” tanyanya
“Oh iya jadi kok. Tapi ini sidah hampir gelap, gak mungkin aku mencatatnya disini. Yaudah aku pinjam bukumu sebentar mau aku foto” jawabku
“Udah dak usah difoto, bawa aja bukunya” ujarnya
“Beneran boleh aku bawa bukumu?” tanyaku
“Iya beneran Ca. Apa sih yang tidak buat kamu. Udah sana cepetan pulang biar gak terlalu malam” jawabnya
“Makasih ya , Hen” ujarku sambil tersenyum
“Iya sama-sama Ca. Hati-hati ya dijalan” ujarnya
Aku pun segera pulang. Setelah sampai dirumah, aku langsung sholat maghrib dan mengaji sebentar. Kemudian aku pergi ke kamarku dan tiba-tiba Hpku bergetar. Ternyata Hendra mengirim pesan padaku.
“Selamat malam Ca” katanya
“Selamat malam juga Hen. Ada apa?” balasku
“Gak ada apa, cuman ingin smsan sama kamu. Kamu lagi apa?” balasnya
“Lagi duduk-duduk di kamar, kalau kamu?” balasku
“Lagi mikirin kamu” balasnya
“Cieee ternyata kamu suka bercanda juga ya orangnya” balasku
“Gak kok aku lagi bercanda, Ca. Aku boleh jujur gak ke kamu?” balasnya
“Iya boleh kok, emang kamu mau jujur soal apa?” balasku dengan jantung yang berdetak tak menentu
“Jujur soal perasaanku. Sejak pertama kali aku melihatmu, mataku seakan enggan berkedib walau hanya sedetik saja. Entah mengapa aku selalu ingin memandangmu dan tak ingin jauh darimu. Aku merasa benih-benih cinta tumbuh dihatiku. Dan saat ini aku sudah tak dapat menahan perasaanku lagi, aku ingin jujur kalau aku sayang sama kamu. Apakah kamu mau jadi pacarku” balasnya
Aku terkejut membaca pesan darinya, aku bingung untuk membalas pesannya, dan selama ini aku hanya menganggap dia sebagai temanku. Aku coba merangkai sebuah alasan yang bisa membuatnya mengerti bahwa aku tak bisa menjadi pacarnya.
“Sebelumnya aku ingin berterima kasih karena kamu sudah sayang sama aku. Tapi aku minta maaf aku gak bisa jadi pacarmu, karena menurutku kita masih terlalu muda. Masih banyak hal positif yang bisa kita lakukan, kita juga harus banyak belajar untuk mengukir prestasi dan meraih asa kita. Aku harap kamu bisa mengerti, sungguh aku gak ada maksud menyakiti hatimu” balasku
“Iya aku mengerti Ca. Maaf aku sudah lancang menyatakan perasaanku padamu” balasnya
“Gak apa-apa kok, aku sangat menghargai perasaanmu itu. Dan aku juga berterima kasih karena kamu mau mengerti aku. Emmm, gimana kalau kita sahabatan aja?” balasku
“Beneran kamu mau jadi sahabatku?” balasnya
“Iya, Hendra. Jadi, mulai saat ini kita berdua sahabatan ya” balasku
“Iya dong mulai sekarang kita bestfriend forever. Aku seneng banget bisa jadi sahabatmu Ca”
“Aku juga senang bisa bersahabat dengamu Hen”
Akhirnya, sebongkah hati yang baru telah hadir dan menjadi bagian dari duniaku. Sejak saat itu, aku dan Hendra bersahabat baik dan sifatnya tidak berubah sedikit pun padaku. Dia masih sepeeti Hendra yang ku kenal, dan aku kagun padanya karena dia mau menerima keputusanku. Kami sering bercerita, belajar bersama, dan aku sangat bersyukur bisa mengenalnya.